Kasus Kredit Fiktif: Dwi Singgih Hartono Terancam 8 Tahun Penjara

Niam Beryl

Mantan anggota Tentara Nasional Indonesia dari matra darat, Pembantu Letnan Dua (Purnawirawan) Dwi Singgih Hartono, yang pernah menjabat sebagai juru bayar di lingkungan Bekang Kostrad Cibinong antara tahun 2014 hingga 2021, kini menghadapi jeratan hukum serius. Ia dituntut delapan tahun penjara atas dugaan keterlibatan dalam perkara penyimpangan kredit BRIguna di Bekang Kostrad Cibinong yang berlangsung dari 2016 hingga 2023.

Kasus ini mencuat dari temuan transaksi mencurigakan yang terjadi di salah satu kantor cabang Bank Rakyat Indonesia, tepatnya di Cabang Cut Mutiah, Jakarta. Menurut penilaian jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung, pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Dwi Singgih memiliki unsur kejahatan yang kuat dan jelas.

“Kami meyakini terdakwa Dwi Singgih terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut,” ujar Jaksa Penuntut Umum Juli Isnur dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Selain ancaman hukuman badan, Dwi Singgih juga dibebani denda senilai Rp750 juta. Bila kewajiban tersebut tak dipenuhi, maka akan diganti dengan masa tahanan tambahan selama enam bulan sebagai bentuk sanksi pengganti.

Tak hanya itu, ia juga diminta mengganti kerugian keuangan negara dengan nilai fantastis, yakni Rp5,57 miliar. Apabila tidak dibayar, maka ia akan menghadapi hukuman tambahan berupa kurungan selama empat tahun.

Tuntutan tersebut didasarkan pada dakwaan utama yang merujuk pada Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 ayat (1) huruf b dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diperbarui melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Jaksa mengungkapkan bahwa dalam melaksanakan aksi melanggar hukum tersebut, Dwi Singgih tidak bekerja sendiri. Ia diduga berkolaborasi dengan dua orang Relationship Manager dari BRI Cabang Cut Mutiah, yaitu Okie Harrie Purwoko yang aktif pada periode 2010–2019 dan Kusmayadi yang menjabat pada kurun waktu 2018–2023.

Kedua individu itu, meski diduga terlibat dalam jaringan yang sama, dijatuhi tuntutan berbeda. Okie Harrie dituntut hukuman penjara selama empat tahun enam bulan, sementara Kusmayadi menghadapi tuntutan lima tahun bui. Keduanya pun dikenakan denda serupa dengan Dwi Singgih, yaitu Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam hal pengembalian uang hasil korupsi, nilai yang dituntut kepada Okie adalah Rp4,8 juta dan kepada Kusmayadi Rp7,2 juta.

Jaksa juga mengungkap adanya pertimbangan yang menjadi dasar tuntutan. Faktor yang memberatkan antara lain adalah keterlibatan para terdakwa dalam memperlambat laju agenda pemberantasan korupsi di negeri ini. Selain itu, kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak kejahatan ini mencapai Rp7,95 miliar, sebuah nilai yang sangat signifikan.

Dwi Singgih, secara khusus, disebut tidak menunjukkan niat untuk memperbaiki kesalahan dengan mengembalikan dana yang telah digelapkan.

“Sementara hal-hal yang meringankan, yaitu para terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggung jawab kepada keluarga. Lalu untuk Oki, telah mengembalikan uang yang telah dinikmatinya sebesar Rp4,8 juta,” terang JPU.

Dalam dakwaannya, Dwi Singgih dinilai telah memperkaya diri sendiri hingga Rp5,57 miliar dari keseluruhan kerugian negara. Ia juga turut menguntungkan pihak lain, termasuk Oki dan Kusmayadi, walau dalam nilai yang jauh lebih kecil.

Modus operandinya, menurut jaksa, melibatkan tindakan manipulasi dokumen persyaratan dalam pengajuan kredit BRIguna ke Unit BRI Cut Mutiah selama periode 2016–2023. Kala itu, Dwi Singgih mengemban tugas resmi dari Kepala Bekang Kostrad sebagai penanggung jawab pemotongan gaji personel setiap bulan. Wewenang ini diduga disalahgunakan untuk meloloskan kredit dengan cara yang tidak sah.

Ketiga terdakwa menghadapi ancaman pidana dari pasal yang sama, yakni Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 dari UU Tipikor, serta pasal dalam KUHP tentang persekongkolan dalam tindak kejahatan.

Lebih jauh, nama Dwi Singgih juga dikaitkan dengan perkara korupsi lainnya yang terjadi di lokasi berbeda, yakni di Unit BRI Menteng Kecil Jakarta, untuk periode 2019–2023. Dalam kasus ini, ia sebelumnya telah dijatuhi tuntutan lebih berat, yakni 14 tahun penjara, denda Rp750 juta, serta pembayaran uang pengganti senilai Rp49,02 miliar.

Skandal ini menunjukkan bahwa kewenangan yang diberikan untuk melayani negara bisa menjadi bumerang bila disalahgunakan. Dwi Singgih, yang pernah dipercaya mengelola keuangan institusi militer, kini harus menghadapi kenyataan pahit di ruang sidang karena diduga menggadaikan integritas demi kepentingan pribadi.

Also Read

Tags