Fenomena pinjaman online (pinjol) semakin marak di Indonesia dan menjadi solusi cepat bagi masyarakat yang membutuhkan dana segar dalam waktu singkat. Namun, seiring meningkatnya jumlah pengguna pinjol, muncul pula sejumlah permasalahan terkait praktik penagihan atau debt collection yang dilakukan oleh pihak penyedia pinjaman. Salah satu isu paling hangat dan sering menimbulkan keresahan adalah tindakan penyitaan barang oleh debt collector pinjol kepada para peminjam yang terlambat membayar.
Perlu dipahami bahwa praktik penyitaan barang oleh debt collector pinjol sebenarnya dilarang oleh aturan yang berlaku di Indonesia. Demi melindungi hak-hak konsumen dan menekan praktik penagihan yang merugikan, pemerintah telah menetapkan sejumlah regulasi yang mengatur tata cara penagihan utang secara etis dan legal. Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai aturan yang harus diketahui terkait pelarangan penyitaan barang oleh debt collector pinjol serta bagaimana masyarakat dapat melindungi diri dari praktik ilegal tersebut.
Pinjol dan Peran Debt Collector
Pinjaman online atau pinjol adalah layanan kredit berbasis aplikasi digital yang memungkinkan pengguna mengajukan pinjaman tanpa jaminan secara cepat dan mudah. Layanan ini memang sangat membantu, terutama bagi mereka yang tidak memiliki akses ke perbankan konvensional. Namun, pinjol juga memiliki risiko, terutama terkait dengan bunga tinggi dan risiko penagihan agresif.
Debt collector adalah pihak yang ditunjuk oleh perusahaan pinjol untuk menagih pembayaran pinjaman dari debitur. Idealnya, debt collector harus menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan hukum, etika, dan tata cara yang telah diatur agar proses penagihan tidak merugikan konsumen.
Larangan Penyitaan Barang oleh Debt Collector Pinjol
Salah satu aturan penting yang harus dipahami adalah bahwa debt collector pinjol dilarang menyita barang milik debitur sebagai cara penagihan utang. Hal ini diatur secara tegas dalam beberapa regulasi, termasuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Peraturan OJK
OJK melalui POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi telah memberikan batasan ketat kepada perusahaan fintech pinjol, termasuk dalam aspek penagihan. Menurut aturan ini:
- Perusahaan fintech harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan tidak boleh melakukan penagihan yang bersifat mengancam, memaksa, atau menyita barang milik peminjam.
- Debt collector harus mengikuti standar etika dan prosedur yang ditetapkan OJK.
- Apabila debt collector melakukan penyitaan tanpa melalui proses hukum yang sah, maka hal tersebut merupakan pelanggaran hukum.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga melindungi hak konsumen dari praktik penagihan yang tidak wajar, termasuk penyitaan barang secara sepihak. Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa konsumen harus diperlakukan dengan adil dan dilindungi dari tindakan sewenang-wenang.
Praktik Debt Collector yang Dilarang
Selain larangan menyita barang, terdapat sejumlah praktik penagihan yang dilarang dan sering menjadi keluhan masyarakat, antara lain:
- Mengancam, memaki, atau menggunakan kekerasan verbal maupun fisik.
- Menghubungi keluarga, teman, atau rekan kerja secara terus-menerus untuk menekan debitur.
- Menyebarkan data pribadi debitur ke publik tanpa izin.
- Menggunakan cara-cara intimidasi atau pelecehan.
Jika Anda menemukan praktik seperti ini, Anda berhak untuk melaporkan pihak yang bersangkutan ke OJK atau lembaga perlindungan konsumen.
Bagaimana Cara Melindungi Diri dari Praktik Debt Collector Ilegal?
Sebagai masyarakat yang mungkin menggunakan layanan pinjol, penting untuk mengetahui cara melindungi diri agar tidak menjadi korban penagihan ilegal dan merugikan. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Pilih Pinjol Terdaftar dan Legal
Pastikan Anda hanya menggunakan layanan pinjol yang terdaftar resmi di OJK. Daftar fintech pinjol resmi bisa dicek di situs OJK. Pinjol resmi cenderung menjalankan proses penagihan sesuai aturan yang berlaku.
2. Pahami Kontrak dan Ketentuan Pinjaman
Sebelum meminjam, baca dan pahami dengan baik syarat dan ketentuan pinjaman, termasuk bagaimana proses penagihan dilakukan jika terjadi keterlambatan pembayaran.
3. Jaga Data Pribadi
Hindari memberikan data pribadi secara berlebihan, terutama kepada pihak yang tidak jelas. Simpan bukti komunikasi dengan perusahaan pinjol atau debt collector untuk dokumentasi jika diperlukan.
4. Laporkan Praktik Ilegal
Jika Anda mengalami atau menjadi korban praktik penagihan yang melanggar hukum, seperti penyitaan barang secara sepihak, segera laporkan ke OJK, kepolisian, atau lembaga perlindungan konsumen. Anda juga bisa memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi agar lebih banyak orang waspada.
Proses Penyitaan Barang yang Sah
Meski debt collector pinjol dilarang menyita barang secara langsung, ada kondisi tertentu di mana penyitaan barang dapat dilakukan, tetapi dengan proses hukum yang jelas. Misalnya, jika seorang kreditur ingin mengeksekusi barang jaminan akibat wanprestasi, maka hal ini harus melalui proses pengadilan terlebih dahulu.
Artinya, penyitaan hanya bisa dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang mengizinkan eksekusi jaminan. Debt collector tidak bisa bertindak sebagai aparat penegak hukum dan menyita barang seenaknya tanpa prosedur.
Kesimpulan
Dengan maraknya pinjaman online, penting bagi masyarakat untuk memahami aturan dan batasan yang berlaku dalam proses penagihan utang. Debt collector pinjol dilarang melakukan penyitaan barang secara sepihak karena hal tersebut melanggar peraturan OJK dan UU Perlindungan Konsumen.
Masyarakat harus bijak dalam memilih layanan pinjol, memahami hak dan kewajiban sebagai peminjam, serta melindungi diri dari praktik penagihan yang melanggar hukum. Jika menghadapi penagihan yang tidak sesuai aturan, jangan ragu untuk melapor ke otoritas terkait agar hak Anda sebagai konsumen terlindungi.
Penting untuk diingat, penagihan yang dilakukan dengan etis dan sesuai aturan bukan hanya menjaga hak kreditur, tetapi juga melindungi hak-hak konsumen agar tidak dirugikan secara finansial dan psikologis.






