Direktur Utama Indonesian Basketball League (IBL), Junas Miradiarsyah, menyatakan sikap tegas terhadap penyalahgunaan narkotika dan zat peningkat performa ilegal di lingkungan kompetisi bola basket nasional. Menurutnya, arena olahraga bukanlah ruang abu-abu yang membolehkan pelanggaran hukum, melainkan panggung sportivitas yang bersih dari noda penyalahgunaan zat terlarang.
Junas menegaskan bahwa IBL menjunjung tinggi prinsip integritas dan tidak akan membuka peluang bagi siapa pun yang terbukti menggunakan narkoba atau doping untuk kembali berlaga di liga profesional tersebut.
“IBL dan Perbasi secara tegas melarang bagi siapa pun termasuk pemain untuk beraktivitas kembali ke dalam kompetisi bila terbukti melanggar hukum atau aturan yang berlaku di Indonesia,” kata Junas, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan bahwa pemain maupun anggota tim lain yang terjerat kasus narkotika atau menggunakan zat yang dilarang dalam olahraga, akan menerima konsekuensi yang berdampak jangka panjang terhadap perjalanan kariernya. Sanksi akan dijatuhkan tidak hanya sebagai hukuman, tetapi juga sebagai pesan kuat bahwa IBL berdiri di garis depan dalam memerangi penyalahgunaan zat terlarang.
Komitmen ini tidak hanya berlaku bagi pelaku lokal, tetapi juga diperuntukkan bagi pemain asing yang merumput di tanah air. IBL tidak ingin menjadi tempat pelarian bagi pelanggar etika dan hukum olahraga internasional.
Dalam situs resmi IBL yang dikutip ANTARA, Ketua Indonesia Anti-Doping Organization (IADO), Gatot S. Dewa Broto, menjelaskan dasar hukum yang memperkuat sikap tegas tersebut. Berdasarkan regulasi dalam Pasal 10.14.1 dari World Anti-Doping Code, setiap atlet yang telah dinyatakan “ineligibility” atau tidak memenuhi syarat akibat doping, dilarang tampil di berbagai ajang kompetisi yang berada di bawah negara penandatangan kode tersebut.
“Berhubung Pasal 10.14.1 dari World Anti-Doping Code sudah jelas menyebut bahwa seorang atlet yang sudah dinyatakan ineligibility, maka dia dilarang antara lain ikut bermain atau berkompetisi di negara manapun yang merupakan penandatanganan perjanjian WADA,” ujar dia.
Ketentuan ini telah diadopsi oleh seluruh negara di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia, sebagai bentuk kepatuhan terhadap standar internasional dalam dunia olahraga. Artinya, siapa pun yang melanggar, tidak hanya menghadapi larangan nasional, tetapi juga internasional.
Sebagai respons, IADO mendorong semua penyelenggara liga dan klub bola basket untuk lebih teliti dan tegas dalam melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pemain—baik lokal maupun asing—guna memastikan tidak ada celah bagi pelanggar untuk bersembunyi di balik gemerlap lapangan.
Komitmen ini mendapat ujian nyata saat IBL dikejutkan oleh tertangkapnya pemain asing Tangerang Hawks Basketball, Jarred Shaw, karena menerima paket berisi narkotika jenis Delta 9 THC (tetrahydrocannabinol). Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya di dalam pertandingan tetapi juga di luar lapangan.
Tak hanya itu, nama Justin Brownlee, pemain naturalisasi asal Filipina yang sempat memperkuat Pelita Jaya pada musim 2024, juga masuk dalam daftar yang dilarang tampil kembali di IBL. Hal ini menyusul keputusan resmi mengenai keterlibatannya dalam kasus doping yang terungkap pada awal April 2025.
IBL kini berdiri sebagai garda terdepan dalam menjaga kebersihan dunia bola basket dari pengaruh negatif zat terlarang. Bagi mereka, olahraga bukan sekadar adu fisik, tetapi juga medan pertarungan nilai, moralitas, dan kedisiplinan.






